Hidup Ini Perlu Investasi

Artikel ini telah tayang di SerambiNews.com dengan judul Hidup Ini Perlu Investasi

Oleh A. Sakir.

Hemat pangkal kaya, rajin pangkal pandai.

PEPATAH tersebut bukan saja bisa memberikan inspirasi dan pengetahuan mendalam bagi kita, melainkan juga masih sangat relevan dalam dunia investasi. Investasi adalah komitmen seseorang untuk menunda konsumsi sekarang atau menyisihkan sebagian pendapatannya saat ini untuk ditanamkan pada aset yang memberikan nilai lebih di masa yang akan datang. Oleh karena itu, setiap orang yang ingin mencukupi kebutuhan hidupnya di masa depan lebih nyaman dari segi finansial, maka perlu memikirkan bahwa “hidup ini perlu investasi”. Investasi perlu dilakukan sejak dini secara bijak dan disiplin serta dilandasi pengetahuan yang memadai agar kehidupan di masa mendatang lebih baik dan bermakna.

Di zaman yang susah dan tidak menentu ini serta penuh dengan ketidakpastian, terutama dengan perekonomian yang serba tak menentu dan inflasi yang terus terjadi, kita harus bisa hidup secara bijaksana dan penuh harapan untuk menyonsong kehidupan yang lebih baik, terutama dalam hal memenuhi kebutuhan hidup yang semakin bervariasi. Tentunya kita semua berharap bahwa hari esok harus lebih baik dari hari ini dan hari esok akan terus ada untuk kita dan keluarga. Oleh karena itu, kita pun harus melakukan pengelolaan keuangan (uang) sebaik-baiknya, dan yang tak kalah pentingnya adalah berinvestasi dengan bijak.

Bagi seorang investor, investasi adalah sebuah kebutuhan yang harus dipenuhi setelah kebutuhan dasar terpenuhi. Kebutuhan dasar antara lain makanan, pakaian, rumah serta kenderaan. Rumah pun merupakan satu jenis investasi, meskipun agak sulit menjadikan rumah tempat tinggal sebagai investasi, kalau dijual mau tinggal di mana? Jadi, jangan kita menganggap rumah tinggal sebagai investasi, kecuali kita punya dua rumah atau lebih. Itu bolehlah dianggap investasi, karena kalau kita menjual rumah kedua, masih ada rumah pertama untuk tempat tinggal.

Pengelolaan emosi
Menurut analis investasi terkenal yang juga gurunya Warren Buffett, Benjamin Graham, The Intelligent Investor, kepintaran berinvestasi tidak ada hubunganya dengan nilai IQ atau tingkat kecerdasan seseorang seseorang, karena investor yang pintar semata-mata berhubungan dengan kesabaran disiplin dan antusias untuk belajar. Ini relevan juga dengan paradigma ahli keuangan keperilakuan (behavioral finance) bahwa kombinasi pengetahuan dan pengelolaan emosi yang baik merupakan modal dasar yang sangat penting bagi seorang investor. Terdapat bukti bahwa orang IQ tinggi dan pendidikan tinggi tidak cukup untuk membuat seorang investor menjadi pintar.

Fisikawan terkenal, Sir Isac Newton misalnya, membeli saham perusahaan South Sea Company, saham yang paling terkenal di Inggris. Pada musim semi 1720, begitu melihat gejala pasar yang tak tekendali, ia menggerutu bahwa dia “bisa mengghitung gerakan benda-benda langit, tetapi ia tidak bisa mengkalkulasi kegilaan orang.” Newton melepas saham South Sea-nya dan mengantongi 100% keuntungan. Namun, hanya beberapa bulan kemudian, terbawa arus antusiasme pasar yang luar biasa, Newton terjun kembali ke pasar modal ketika harga sudah jauh lebih tinggi dan dia rugi sebesar 20.000 poundsterling.

Dampak dari kerugian tersebut yang disebabkan tidak bisa mengontrol emosi-nya dengan baik dalam investasi, sampai akhir hidupnya, Newton melarang siapapun menyebut kata “South Sea Company” di dekatnya, karena telah membuat dia rugi yang menyakitkan. Inilah satu contoh bahwa orang pintar pun belum tentu bisa melakukan investasi yang baik bilamana tidak bisa mengontrol emosinya dengan bijaksana. Dengan demikian, jika sejauh ini seseorang masih gagal dalam berinvestasi, itu bukan karena seseorang tersebut bodoh, itu karena seperti Newton tadi, seseorang tersebut belum mengembangkan disiplin emosi yang dibutuhkan agar investasinya berhasil.

Ada berbagai kasus tragis dalam mengelola kekayaan yang bisa kita lihat, pada akhirnya malah menjadi melarat dan jatuh miskin juga. Ada orang menang lotre senilai jutaan bahkan miliaran rupiah, atau kalau di Aceh dulu istilah menang “buntut” atau “togel”, yaitu sejenis undian judi bagi orang awam dengan menebak nomor atau angka tertentu. Sehingga bagi dia kalau tebakannya tepat, besoknya dia dapat hasil berkali-kali lipat dari modal yang disetorkan tersebut pada agen buntut tertentu di kampung-kampung yang dulunya sudah menjalar pada sebagian masyarakat kelas bahwa di Aceh.

Undian judi ini secara samar-samar saat itu dilegalkan pemerintah dalam bentuk sumbangan dana sosial berhadiah (SDSB). Sayangnya, betapa banyak masyarakat kita yang terjerumus ke undian judi tersebut pada waktu itu, akan tetapi tidak ada seorang pun dari mereka yang kaya dan hidup sejahtera. Malah harta pusaka dari orang tua bisa habis untuk memenuhi harapan akan kaya mendadak. Contoh lain, ada selebritis dengan gaji miliaran, bahkan triliunan rupiah, tapi ujung-ujungnya jatuh bangkrut. Mike Tyson, petinju terkenal dengan gaji ratusan juta dolar, namun akhirnya dikabarkan pailit.

Perlu dicermati
Saya teringat, kata Liembono-seorang praktisi investasi Indonesia, bahwa sebelum berinvestasi perlu dicermati dua hal penting. Pertama, orang kaya berivestasi dulu baru belanja, orang miskin belanja dulu baru berinvestasi. Oleh karena itu bagi yang ingin kaya, maka bentuklah karakter orang kaya dalam diri kita. Kedua, berinvestasi berarti menahan diri dari kenikmatan masa kini untuk kenikmatan yang lebih besar di masa depan. Fenomena yang umum terlihat bahwa orang miskin menghabiskan uangnya, kemudian menabung sisanya, sementara orang kaya menabung dulu baru kemudian menghabiskan pendapatannya.

Keadaan ini sering terjadi di tengah-tengah masyarakat kita. Yang menjadi masalah adalah prioritas. Si kaya lebih memprioritaskan menabung atau berinvestasi daripada belanja, sementara kebanyakan orang begitu dapat gaji, langsung dibelanjakan. Jika kita habiskan gajinya katakanlah 70% hanya dalam waktu seminggu, maka tiga minggu berikutnya kita lalui hanya dengan 30% gaji dan hampir pasti sulit untuk ditabung. Jadi kerja kita hanya dapat capek saja.

Bagi kita yang saat ini masih pelajar, mahasiswa atau pegawai kantoran yang bergaji pas-pasan, cobalah untuk menabung walau sedikit. Di sini tujuannya bukanlah uangnya, malainkan kebiasaan yang harus dipupuk sejak dini. Mulailah menabung paling sedikit 10% dari gaji yang ada setiap bulan, setelah itu sisanya baru digunakan. Sedikit-sedikit, usahakan dinaikkan persentasenya gaji yang ditabung itu. Hal ini adalah penting sekali untuk memupuk kebiasaan hidup yang beriorientasi jangka panjang.

Kemenangan investasi akan dinikmati di masa depan karena dapat mengatasi biaya hidup yang terus membengkak, biaya sekolah anak yang terus meningkat, biaya kesehatan yang sulit diprediksi, dan biaya-biaya lainya yang tak terduga tapi harus kita keluarkan demi keluarga tercinta. Masa depan kita adalah kitalah yang menentukan. Pepatah mengatakan, if you fail to plan, you plan to fail (jika anda tidak memiliki rencana, anda sedang berencana untuk gagal). Oleh karena itu, sebuah rencana pengelolaan keuangan yang bijak akan membantu kita untuk menentukan tujuan hidup kita di masa depan yang lebih baik.

* A. Sakir Jalil, Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala.

Artikel ini telah tayang di SerambiNews.com dengan judul Hidup Ini Perlu Investasi, https://aceh.tribunnews.com/2016/06/13/hidup-ini-perlu-investasi#google_vignette